Rabu, 29 April 2015

Seminar The Future of Cyber Crime

Nama :        M. ULYA ASRA
NPM   :        54411219
Kelas  :        4IA07

Nama Seminar                  :        On The Future of Cyber Crime
Narasumber                      :        Prof. Peter Hartel
Tanggal Seminar               :        22 Novermber 2011
Tempat Seminar                :        Bandung


          Seminar berjudul On The Future of Cyber Crime diadakan di gedung Labtek 8 lantai 2 ITB hari selasa 22 November 2011 pukul 14.00. Materi dibawakan oleh pembicara tamu yaitu Profesor Peter Hartel dari University of Twente (Belanda). Seminar ini diadakan gratis dan dihadiri oleh seluruh mahasiswa pasca sarjana magister STEI ITB, salah satunya dari Teknologi Informasi.
Pada permulaan, Prof. Peter membahas mengenai keamanan data pada internet (jaringan) dari sisi user. Misalkan pada jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook dengan pemanfaatan jalur HTTPS yang lebih aman dibandingkan HTTP. Dibahas juga mengenai Art of Netique (kode etik jaringan), lambannya update teknologi keamanan, dan memberikan contoh kasus terjadinya pencurian sebuah laptop, dimana jika diamati, ada banyak faktor penyebabnya.
Terkait contoh pencurian laptop (notebook stolen), dijelaskan dengan sebuah kalimat “Crime is likely to occur when a potential offender meets with a suitable target in the absense of a capable guardian ”. Dengan kata lain, sebuah tindak kejahatan (di dunia nyata maupun jaringan), terjadi jika penjahat bertemu dengan korban yang tidak disertai dengan adanya pengamanan. Dari data yang ditunjukkan saat presentasi beserta diagram segitiga yang mengaitkan antara defender – victim – place, dapat diperoleh kesimpulan bahwa sebagain besar modus yang digunakan memanfaatkan kelemahan manusia, bukan sistem, dengan menggunakan teknik social engineering.
Prof Peter menjelaskan terkait bagian social engineering dengan pemisalan 3 orang pelaku (pada presentasi dicontohkan dengan Phil, Marry, dan Rob) yang bersekongkol untuk menuai keuntungan dari korban (dicontohkan dengan Bob dan Charlie). Bob adalah korban yang memiliki sebuah situs (mungkin e-commerce) beralamat di www.bob.com. Oleh Phil, hal ini dimanfaatkan dengan menduplikasi web miliknya Bob ke alamat baru dengan domain yang mirip yaitu www.b0b.com. Sekilas, siapapun tidak curiga dengan hal ini. Charlie adalah salah satu konsumen
Bob, memiliki e-mail di charlie@gmail.com, dan mengakses alamat www.b0b.com Kemudian Marry dan Rob yang membantu Phil sebagai pembantu virtual, dengan domain e-mail palsu (bulk e-mail), mengirimkan e-mail ke Charlie untuk mengirimkan sejumlah uang sebagai bagian dari proses transaksi. Dari domain palsu www.b0b.com, ketiga pelaku dengan mudah bisa memperoleh alamat e-mail korban, bahkan password, dengan membuat halaman login palsu. Hal ini merupakan salah satu web scamming di dunia internet. Di Indonesia hal ini pernah terjadi untuk kasus
www.klikbca.com yang dimanfaatkan oleh para pelaku dengan alamat www.kilkbca.com, www.kiklbca.com dan alamat palsu lainnya, dengan memanfaatkan kelemahan user, dalam hal ini kesalahan ketik alamat di address bar browser dan kurangnya tingkat ketelitian dan kewaspadaan korban.
Dari pendekatan science untuk cyber crime, terdapat empat poin yang dijabarkan, yaitu : berikan penjelasan yang mudah dimengerti (human perspective) kepada user mengenai segala teknis dan hal lain terkait teknologi, cyber crime akan terus berkembang dengan berbagai ide baru, hindari percobaan yang lambat, dan pencegahan lebih baik dibandingkan menyelesaikan masalah yang telah terjadi. Itu sebabnya, selain sistem yang aman, sisi user juga perlu lebih waspada.
Prof Peter juga menjelaskan analogi perbandingan tiga hal di dunia internet dengan di dunia nyata. Pertama, analogi antara lisensi untuk bisa surfing di internet dengan lisensi untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan raya. Kedua, analogi antara vendor perangkat keras komputer yang menjual terpisah dengan anti virus, firewall, dan alat keamanan lainnya dengan perusahaan mobil/motor yang menjual mobil/motor dengan rem yang dijual terpisah. Ketiga, analogi antara user yang tidak bisa mengutak atik sendiri (jika tidak memiliki kemampuan) terhadap
perangkat lunak, anti virus, sistem operasi dengan pengguna mobil/motor yang tidak bisa mengutak atik kendaraannya tanpa memiliki pengetahuan serupa dengan teknisi berlisensi dari perusahaan kendaraan bersangkutan. Dalam sesi pertanyaan, penulis sempat menanyakan mengenai bagian ini, terutama poin ketiga, jika dikaitkan dengan perbandingkan closed source prorietary dan open source prorietary, dimana adanya keterbukaan kode di dalamnya dan lisensi copy left. Prof Peter menambahkan, hal itu bisa dilakukan swadaya, namun kembali ke hal utama, perlu pengetahuan dan pemahaman mendalam dari user itu sendiri terhadap barang/alat yang akan diutak – atik tersebut.


Komentar Pribadi :
Penulis menerangkan bahwa narasumber membahas keamanan komputer dari sisi pengguna. Narasumber menyebutkan pelaku cyber crime ternyata lebih banyak memanfaatkan kesalahan manusia daripada kesalahan sistem. Kemudian narasumber memberikan contoh tindakan cyber crime dengan cukup baik. Setelah itu narasumber melanjutkan dengan memberikan analogi untuk memperjelas poin-poin yang ingin disampaikan bahwa kewaspadaan pengguna menjadi faktor penting dalam upaya pencegahan cyber crime.

Saya merasa penjelasan tentang poin-poin yang terdapat di seminar tersebut sudah cukup baik namun masih terdapat beberapa kekurangan yaitu terdapat beberapa bagian dari materi seminar yang kurang penjelasannya seperti pembahasan tentang HTTPS, kode etik jaringan, dan beberapa materi lain yang kurang dijelaskan di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar