NAMA : M. ULYA ASRA
NPM : 54411219
KELAS : 4IA07
MATA
KULIAH : PENGANTAR KOMPUTASI MODERN
TUGAS : PEMIMPIN YANG PATUT DITELADANI
Dr.(HC)
Drs. H. Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902.
Beliau adalah pejuang, ekonom, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia
yang pertama. Beliau lahir dengan nama Muhammad Athar, namun populer dengan
nama Mohammad Hatta atau Bung Hatta. Beliau juga pernah menjabat sebagai
Perdana Menteri di kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Beliau juga dikenal
sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Beliau wafat pada 14 Maret 1980 dan
dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Beliau dan Ir. Soekarno ditetapkan sebagai
Pahlawan Proklamator pada tahun 1986, dan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun
2012.
Bung
Hatta dibesarkan di lingkungan yang taat melaksanakan ajaran agama Islam.
Ayahnya adalah keturunan ulama tarekat di Batuhampar, Sumatera Barat. Ibunya
berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Ayahnya meninggal ketika beliau
berusia tujuh bulan. Kemudian ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, pedagang
dari Palembang.
Bung
Hatta mengenyam pendidikan formal di beberapa sekolah di Sumatera Barat. Selain
itu beliau juga ditempa ilmu agama sejak kecil. Beliau pernah belajar agama
dengan beberapa ulama setempat. Beliau juga pernah memperdalam ilmu agama di
Mesir (Al-Azhar). Sejak usia muda beliau memiliki ketertarikan di bidang
ekonomi melalui pedagang-pedagang yang masuk Serikat Usaha dan juga aktif di
Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara.
Perjuangan
Bung Hatta dimulai ketika beliau bersekolah di Belanda Beliau masuk organisasi
politik Indische Vereniging yang pada 1924 berganti nama menjadi Perhimpunan
Indonesia. Bung Hatta pernah dihukum tiga tahun penjara karena dianggap
terlibat dalam kegiatan partai terlarang pada tahun 1927 dan pada tahun 1931
beliau mundur dari PI.
Selama
perjuangannya, Bung Hatta melalui berbagai macam tantangan. Pada 24 Februari
1934 beliau dibuang ke Digul, kemudian ke Banda Neira pada 1937. Selama
diasingkan di Digul dan Banda Neira, Bung Hatta masih produktif menulis di
koran dan majalah. Hal yang menarik adalah ketika diasingkan, beliau lebih
banyak membawa buku-buku miliknya ke tempat pengasingan dibandingkan pakaiannya
sendiri. Ia menghabiskan hari-harinya di pengasingan dengan membaca, menulis,
bercocok tanam, dan memberi kursus kepada tahanan.
Seiring
dengan masuknya Jepang ke Indonesia, Hatta dipindahkan ke Sukabumi pada tahun
1942 karena dikhawatirkan akan bekerjasama dengan Jepang. Setelah itu beliau
kembali ke Jakarta untuk bertemu Mayor Jenderal Harada dan dijadikan penasihat
bagi pihak Jepang. Hatta justru memanfaatkan kesempatan ini untuk membela
kepentingan rakyat.
Tahun
1945, Bung Hatta menjadi bagian penting dalam persiapan kemerdekaan Indonesia.
Beliau menjadi anggota Panitia Sembilan yang dibentuk BPUPKI. Kemudian Bung
Karno, Bung Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat dilantik oleh Jenderal Terauchi
sebagai ketua dan wakil ketua PPKI di Dalat (Vietnam). Beliau juga berperan
penting dalam persiapan proklamasi kemerdekaan mulai dari Peristiwa
Rengasdengklok sampai rapat di kediaman Laksamana Tadashi Maeda.
Beliau
terpilih menjadi Wakil Presiden pada 18 Agustus 1945 setelah sehari sebelumnya
menjadi salah satu proklamator Indonesia. Sampai di sini perjuangan beliau
masih jauh dari selesai. Belanda masih bersikukuh untuk merebut Indonesia
kembali. Belanda melakukan dua kali agresi militer yang kemudian diselingi
dengan berbagai perundingan mulai dari Persetujuan Linggarjati, sampai ke
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Delegasi Indonesia dipimpin Moh.
Hatta. Tanggal 27 Desember 1949 kedaulatan NKRI kembali ke bangsa Indonesia dan
diakui oleh Ratu Juliana tanpa syarat kecuali Irian Barat yang akan
dirundingkan setahun kemudian.
Pada
Desember 1956 Hatta memutuskan berhenti dari jabatan Wakil Presiden RI
dikarenakan perbedaan pendapat dengan Bung Karno. Bung Hatta tidak ingin
memasukkan unsur komunis dalam kabinet waktu itu. Beliau tidak pernah menyesal
dengan keputusan tersebut sampai akhirnya wafat pada 14 Maret 1980.
Bung
Hatta menghabiskan sebagian besar masa hidupnya untuk memperjuangkan
kemerdekaan bangsanya. Dari usia muda beliau sudah menunjukkan kegigihan dan
keberanian melawan kekuasaan penjajah. Beliau menunjukkan bahwa perjuangan
tidak harus dengan angkat senjata. Ketika kemerdekaan sudah didapat, beliau
tetap meneruskan perjuangan untuk mempertahankannya. Dan ketika beliau merasa
sudah waktunya untuk berhenti, maka beliau pun mundur dari kekuasaan dengan
elegan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar